Minggu, 13 Maret 2016

MENYUSUN STRUKTUR ORGANISASI PERGURUAN TINGGI YANG SEHAT DAN EFISIEN



MENYUSUN STRUKTUR ORGANISASI
PERGURUAN TINGGI YANG SEHAT DAN EFISIEN

Yohannes Suraja

Abstract

In order to achieve the goals of higher education, each institution needs a good organizational structure, that is healthy and efficient organizational structure. In the process of forming the organizational structure, the team should pay attention and apply various principles of organizations, namely formulation of clear goals, departmentalisation, division of labor, delegation of authority, the span of control, levels of the organization, and unity of command. The implementation of these principles in the process of organizing can generate healthy and efficient organizational structure.

Keywords : organization structure, organizing, principles of organization



A.    Pendahuluan
Dengan ditetapkan dan diber-lakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyeleng-garaan Pendidikan Tinggi dan Pe-ngelolaan Perguruan Tinggi, maka sejak diundangkannya PPRI ini pada tanggal 4 Februari 2014 setiap PTN dan PTS disibukkan dengan kegiatan penyesuaian berbagai peraturan dan pelaksanaan bagi perguruan tinggi-nya masing-masing.  Hal ini selaras dengan amanat Pasal 36 PPRI ini, “Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan”.
Salah satu hal yang perlu dise-suaikan oleh setiap perguruan tinggi yaitu berkenaan dengan unsur-unsur PT. Pada Pasal 28 disebutkan bahwa organisasi PTN dan PTS paling sedi-kit terdiri atas unsur :
1.    penyusun kebijakan
2.    pelaksana akademik
3.    pengawas dan penjaminan mutu
4.    penunjang akademik atau sumber belajar; dan
5.    pelaksana administrasi atau tata usaha.
Dibandingkan dengan PPRI No-mor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 27 yang menyebutkan un-sur-unsur susunan perguruan tinggi, dapat dikatakan unsur-unsur perguruan tinggi Pasal 28 PPRI Nomor 4 Tahun 2014 tersebut tampak lebih sederhana. PPRI Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 27 menye-butkan susunan  perguruan tinggi ter-diri atas unsur-unsur sebagai berikut :
1.    dewan penyantun
2.    unsur pimpinan
3.    unsur tenaga pengajar para dosen
4.    senat perguruan tinggi
5.    unsur pelaksanaan akademik :
a.    bidang pendidikan
b.    bidang penelitian
c.    bidang pengabdian kepada ma-syarakat
6.    unsur pelaksana administrative
7.    unsur penunjang untuk pelaksana yang meliputi:
a.    perpustakaan
b.    laboratorium
c.    bengkel
d.   kebun percobaan
e.    pusat komputer
f.     bentuk lain yang dianggap per-lu untuk mendukung penye-lenggaraan pendidikan akade-mik dan/atau professional pada perguruan tinggi yang bersang-kutan.
Meskipun tampaknya susunan perguruan tinggi pada Pasal 27 PPRI No. 60 Tahun 1999 lebih detil, na-mun apabila dilihat pada dasarnya mempunyai unsur-unsur yang hampir sama, dan hal ini dapat diamati pada nomenklaturnya. Namun demikian penulis menangkap ada tujuan yang hendak dicapai dengan pember-lakuan PPRI yang baru tersebut, yaitu lebih efektifnya perguruan ting-gi mencapai tujuan pendidikan tinggi sebagaimana  ditetapkan dalam Un-dang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pen-didikan Tinggi. Dinyatakan bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi de-ngan memperhatikan dan menerap-kan nilai humaniora serta pembuda-yaan dan pemberdayaan bangsa In-donesia yang berkelanjutan. Di sam-ping pendidikan tinggi juga dimak-sudkan untuk meningkatkan daya sa-ing bangsa dalam menghadapi glo-balisasi di segala bidang, dan untuk ini pendidikan tinggi harus mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan in-telektual, ilmuwan,  dan/atau profesi-onal yang berbudaya dan kreatif, to-leran, demokratis, berkarakter tang-guh, serta berani membela kebe-naran untuk kepentingan bangsa.
Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa setiap pemben-tukan struktur  perguruan tinggi dia-rahkan untuk mencapai tujuan secara efektif, dan untuk menjelaskan ten-tang perlunya setiap perguruan tinggi berupaya menyusun struktur organi-sasi perguruan tinggi yang baik, dalam rangka melaksanakan amanat PPRI Nomor 4 Tahun 2014. Hal ini diinspirasi oleh pandangan Ferrell, Hirt, dan Ferrell (2009, 202) bahwa manajemen sebagai proses yang di-desain untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan menggunakan sumber daya-sumber daya secara e-fektif dan efisien di dalam ling-kungan yang terus berubah. Dengan demikian struktur organisasi, sebagai hasil dari proses manajemen, dalam hal ini sebagai output dari proses pengorganisasian, mempunyai andil dalam mencapai tujuan pendidikan tinggi. Oleh karena itu pula dapat dikatakan betapa pentingnya setiap perguruan tinggi melalui tim kerjanya melakukan pengorganisa-sian secara baik dan benar, agar di-hasilkan struktur organisasi yang baik. Hasil kerja tim ini kemudian di-rumuskan di dalam statuta yang di-sahkan atau ditetapkan oleh penye-lenggara perguruan tinggi (yayasan, majelis wali amanat).

B.  Pembahasan
1.    Perguruan Tinggi yang Efektif
Hall (1991, 249) mencatat ada dua model keefektifan organisasi, yaitu model sistem sumber daya (The System-Resource Model), dan model tujuan (The Goal Model). Model sistem sumber daya mendefinisikan keefektifan sebagai kemampuan un-tuk mengeksploitasi lingkungan or-ganisasi di dalam tindakan mem-peroleh sumber daya yang langka dan bernilai untuk melanjutkan fung-si organisasi. Sedangkan model tuju-an, secara sederhana mendefinisikan keefektifan sebagai tingkat atau ke-mampuan organisasi merealisasikan tujuan-tujuannya. Sedangkan kom-pleksitas terjadi karena organisasi mempunyai tujuan-tujuan yang se-ringkali saling bertentangan, me-ngandung keberagaman dan ketidak-sesuaian satu tujuan dan tujuan-tu-juan lainnya. Untuk menguraikan keefektifan perguruan tinggi, kedua model tersebut dapat disintesakan, bahwa keefektifan suatu perguruan tinggi adalah tingkat pencapaian tu-juan perguruan tinggi dalam menja-lankan fungsinya dengan mengerah-kan semua sumber daya yang dimi-liki.
Seperti tersurat di atas, dapat dikatakan bahwa perguruan tinggi dengan fungsi menjalankan pendi-dikan tinggi bermaksud mencapai tujuan (1) mencerdaskan kehidupan bangsa (2) memajukan/mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan, (3)  meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, (4)  meng-hasilkan intelektual, ilmuwan,  dan/atau professional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tang-guh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa.
 Tujuan tersebut, ketika diru-muskan ulang oleh setiap perguruan tinggi, sangat mungkin terjadi inter-pretasi yang beragam, sehingga dapat berakibat rumusan tujuan perguruan tinggi dalam mengemban fungsi pen-didikan tinggi juga bervariasi rumusan isinya, meskipun semua diharapkan tetap mengacu pada dan tidak bias dari tujuan pendidikan tinggi tersebut. Dan berkenaan dengan keefektifan perguruan tinggi, setiap perguruan tinggi diha-rapkan dapat menjadi perguruan tinggi yang efektif, yang dapat mewujudkan keempat unsur tujuan pendidikan tinggi tersebut, dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki seperti dosen sebagai tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang merupakan unsur sumber daya manusia perguruan tinggi; di samping sumber daya material, mesin termasuk fasilitas dan energi, uang, dan informasi termasuk data yang dimiliki perguruan tinggi (bandingkan McLeod, 1995, 5).
Berdasarkan pendekatan sistem dapat dikatakan bahwa segala bentuk sumber daya yang dimiliki perguruan tinggi merupakan komponen input yang terlibat dan digunakan di dalam proses pendidikan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang cerdas, menghasilkan intelektual, ilmuwan,  dan/atau profe-sional yang berbudaya dan kreatif, tole-ran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa; yang berdampak dapat  memajukan/mengembangkan il-mu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan; dan dapat berdaya saing di segala bidang di era global sekarang dan yang akan datang.

2.    Struktur Organisasi Perguruan Tinggi yang Baik
Struktur organisasi merupakan output dari fungsi pengorganisasian, yang merupakan suatu aktivitas atau fungsi manajemen, di samping pe-rencanaan, staffing, pengarahan, dan pengawasan (Ferrell, Hirt, dan Ferrell, 2009, 203). Pengorganisasian adalah  fungsi manajemen yang dimaksudkan untuk  menyusun atau mengatur sumber daya-sumber daya dan aktivitas-aktivitas organisasi untuk mencapai tujuan-tujan dengan cara yang efektif dan efisien. Pimpinan perguruan tinggi atau tim penyusun dalam fungsi pengorgani-sasian ini melakukan review terhadap rencana dan menentukan aktivitas-ak-tivitas yang dibutuhkan untuk melaksa-nakannya; kemudian membagi pe-kerjaan-pekerjaan kepada unit-unit dan memberikannya kepada individu-indi-vidu, kelompok-kelompok, atau unit kerja-unit kerja. Pengorganisasian ini penting karena beberapa alasan berikut. Pengorganisasian (1)  membantu men-ciptakan sinergi dari semua unsur atau bagian; (2)  menetapkan garis wewe-nang, ( 3) memperbaiki komunikasi; (4)  membantu menghindari duplikasi sum-ber daya, (5) dan dapat memperbaiki daya kompetisi melalui kecepatan pengambilan keputusan dan pelayanan kepada pengguna jasa.
Jadi proses pengorganisasian menghasilkan struktur organisasi. Struktur organisasi adalah kerangka hubungan satuan-satuan organisasi yang di dalamnya  terdapat pejabat, tugas serta wewenang yang masing-masing mempunyai peranan tertentu  dalam kesatuan yang utuh (Sutarto, 1988, 37). Sedangkan Ferrell, Hirt, dan Ferrell (2009, 236-237) mende-finisikan struktur organisasi sebagai susunan atau hubungan dari posisi-posisi di dalam suatu organisasi. Struktur organisasi menjadi  jelas setelah divisu-alisasi menjadi “bagan struktur organi-sasi” atau “bagan organisasi” (organiza-tional chart), yang merupakan pertun-jukan visual dari struktur organisasi, garis wewenang atau rantai perintah, hubungan staff, susunan komite atau panitia tetap, dan garis komunikasi.
Setiap perguruan tinggi harus berupaya membentuk  struktur organi-sasi yang baik.  Struktur organisasi yang baik harus memenuhi  syarat sehat dan efisien. Struktur organisasi yang sehat berarti tiap-tiap satuan organisasi yang ada dapat menjalankan peranannya dengan tertib.  Struktur organisasi yang efisien berarti dalam menjalankan peranannya masing-masing satuan organisasi dapat mencapai perbandingan terbaik antara usaha dan hasil kerja (Sutarto, loc. cit.) Serupa Sutarto, The Liang Gie (2000, 43) menguraikan struktur organisasi yang sehat berarti bahwa organisasi mempunyai bentuk yang teratur di mana masing-masing bidang kerja beserta pejabat, tugas, dan wewenangnya yang merupakan satuan-satuan tertentu dalam ling-kungan keseluruhan organisasi dapat menjalankan peranannya dengan tanpa kesimpangsiuran. Sedangkan struktur organisasi yang efisien ber-arti bahwa organisasi itu memiliki susunan yang logis dan bebas dari sumber-sumber pergesekan sehingga segenap satuan di dalamnya dapat mencapai perbandingan yang terbaik antara usaha dengan hasil kerjanya baik mengenai mutu maupun ba-nyaknya hasil kerja itu.
 Tentang struktur perguruan tinggi, seperti disebutkan di atas struktur perguruan tinggi terdiri dari unsur-unsur atau satuan-satuan orga-nisasi perguruan tinggi, yang  menu-rut Pasal 28 PPRI Nomor 4 Tahun 2014 terdiri dari :
a.    Penyusun kebijakan
b.    Pelaksana akademik
c.    Pengawas dan penjaminan mutu
d.   Penunjang akademik atau sumber belajar; dan
e.    Pelaksana administrasi atau tata usaha.
Dengan dibedakannya antara penyusun kebijakan, pelaksana aka-demik, dan pengawas penjaminan mutu seperti teori trias politika yang membedakan kekuasaan legislative (pembuat peraturan), kekuasaan ek-sekutif (pelaksana peraturan), dan kekuasaan yudikatif (pengawas pe-laksanaan peraturan) ini menjadikan struktur organisasi perguruan tinggi menurut PPRI Nomor 4 Tahun 2014 ini sebagai struktur organisasi yang baik : yang sehat dan efisien. Struk-tur organisasi perguruan tinggi yang sehat, dapat berdampak pada terja-dinya struktur organisasi yang efisi-en, yang memungkinkan perguruan tinggi dapat mencapai hasil pendi-dikan yang membanggakan karena lulusan yang cerdas, intelektual, ilmu-wan,  dan/atau professional yang berbu-daya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani mem-bela kebenaran untuk kepentingan bangsa, dengan satuan-satuan  dalam lingkungan perguruan tinggi dapat menjalankan peranannya dengan tan-pa kesimpangsiuran dan dengan de-mikian pemborosan dapat dicegah dan diminimalisir.

3.    Asas-Asas Organisasi
Untuk mencapai bentuk struk-tur organisasi yang baik, pimpinan dan tim pembentuk struktur organi-sasi harus memperhatikan beberapa asas organisasi. Sutarto (1988, 39-40) mengatakan asas-asas organisasi adalah berbagai pedoman yang seda-pat mungkin dilaksanakan agar di-peroleh struktur organisasi yang baik dan aktivitas organisasi dapat berjalan lancar. Oleh karena itu agar dapat diperoleh struktur organisasi yang sehat dan efisien, pada waktu membentuk tim perguruan tinggi harus memperhatikan berbagai asas organisasi. Perhatian dan penerapan asas-asas ini juga dimaksudkan agar perguruan tinggi tidak menghadapi masalah-masalah seperti susunan ata-u struktur organisasi perguruan ting-gi seperti pembentukan satuan  orga-nisasi yang tidak sesuai dengan volu-me kerja, tiap pejabat tidak menge-tahui  tanggungjawab dan tugasnya; adanya kekembaran pekerjaan, keko-songan pengerjaan atas sesuatu aktivitas, tidak dipahaminya bahwa setiap pejabat harus memiliki we-wenang, adanya pejabat pimpinan yang rangkap jabatan, pejabat yang memiliki bawahan terlalu banyak, jenjang organisasi terlalu panjang, terjadinya perintah ganda sehingga dapat menjadikan bawahan bingung bertanggungjawab kepada siapa, dan penempatan satuan organisasi yang tidak sesuai dengan peranannya.
Dari 82 asas organisasi, Sutarto (1988, 55-177) mendalami 11 asas yang berkaitan dengan pembentukan struktur organisasi yang baik, dan dengan kinerja organisasi yang op-timal. Kesebelas asas itu adalah pe-rumusan tujuan dengan jelas, depar-temenisasi, pembagian kerja, koordi-nasi, pelimpahan wewenang, ren-tangan kontrol, jenjang organisasi, kesatuan perintah, fleksibilitas, ke-berlangsungan, dan keseimbangan. Karena pertimbangan tidak semua kesebelas asas tersebut berkaitan de-ngan upaya menjadikan struktur or-ganisasi perguruan tinggi yag baik, maka dalam tulisan ini akan dije-laskan asas-asas yang terkait yaitu perumusan tujuan dengan jelas, de-partemenisasi, pembagian kerja, pe-limpahan wewenang, rentangan kon-trol, jenjang organisasi, dan kesatuan perintah.

a.    Perumusan Tujuan yang Jelas
Tujuan perguruan tinggi diru-muskan dalam rumusan visi, misi, tujuan, dan sasaran yang ingin dica-pai secara bertahap dalam jangka waktu dan periode tertentu. Setiap perguruan tinggi harus berupaya me-rumuskan visi, misi, tujuan, dan sa-saran yang ingin dicapai dengan jelas sehingga dapat memudahkan tim kerja penyusun struktur organisasi untuk dijadikan pedoman dalam penentuan macam pekerjaan, mene-tapkan dan mengelompokkan aktivi-tas-aktivitas atau fungsi-fungsi per-guruan tinggi untuk mencapai tujuan, menentukan kebutuhan pejabat, me-lakukan pembagian kerja,  pemben-tukan struktur organisasi, dan pemi-lihan bentuk organisasi.
Untuk merumuskan visi, misi, tujuan, dan sasaran hendaknya setiap perguruan tinggi mengacu pada per-aturan perundangan yang berlaku dalam hal ini seperti UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pen-didikan Nasional, UURI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan PPRI Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendi-dikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi. Tujuan pendidikan yang diru-muskan oleh pemerintah menjadi stan-dar bersama, dan apabila setiap per-guruan tinggi mempunyai tujuan tam-bahan yang selaras dengan tujuan bersama bisa menjadi nilai plus (tam-bah).

b.   Departemenisasi
Ferrell, Hirt, dan Ferrell (2009, 203) menyebut departemenisasi sebagai “departmentalization”, yaitu pengelom-pokan pekerjaan-pekerjaan ke dalam unit-unit kerja yang biasa disebut departemen-departemen, unit-unit, ke-lompok-kelompok, atau divisi-divisi.  Sedangkan Sutarto (1988, 60) mendefinisikan departemenisasi seba-gai aktivitas menyusun satuan-satuan organisasi yang akan diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi tertentu. Fungsi adalah sekelompok aktivitas sejenis berdasarkan kesamaan sifat-nya atau pelaksanaannya. Berdasar-kan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa untuk menentukan dan me-nyusun satuan-satuan organisasi, tim penyusun harus dapat menentukan bidang kerja atau fungsi-fungsi yang dibutuhkan untuk merealisasikan tu-juan.
Untuk menyusun satuan-satuan organisasi perguruan tinggi, tim da-pat mengacu Pasal 28 PPRI tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi. Dalam pasal tersebut disebutkan un-sur-unsur perguruan tinggi minimal terdiri dari : penyusun kebijakan, pe-laksana akademik, pengawas dan penjaminan mutu, penunjang akade-mik atau sumber belajar; dan pe-laksana administrasi atau tata usaha. Memiliki unsur-unsur tersebut seba-gai satuan-satuan organisasinya su-dah cukup bagi suatu perguruan tinggi.
Selain memahami unsur-unsur atau satuan-satuan pokoknya, tim ju-ga perlu memahami rincian dari se-tiap unsur atau satuan apabila dibu-tuhkan. Misalnya untuk pelaksanaan bidang akademik harus dilakukan bi-dang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Berdasarkan informasi tentang fungsi bidang pen-didikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, tim menentukan satuan program studi untuk melaksanakan pendidikan, lembaga atau pusat pe-nelitian untuk melaksanakan pene-litian, dan lembaga atau pusat peng-abdian masyarakat untuk melak-sanakan fungsi pengabdian kepada masyarakat. Demikian juga untuk menunjang kegiatan akademik, maka tim dapat menentukan perpustakaan, laboratorium, bengkel, atau pun ke-bun percobaan sesuai dengan kebu-tuhan.
Berkaitan dengan bentuk per-guruan tinggi : universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, dan aka-demi, dapat dikatakan bahwa uni-versitas dan institut merupakan or-ganisasi yang besar dengan volume pekerjaan yang banyak-sangat ba-nyak, sekolah tinggi dan politeknik merupakan organisasi yang cukup besar dengan volume pekerjaan yang cukup banyak, sedangkan akademi merupakan organisasi perguruan tinggi yang relative kecil dengan vo-lume pekerjaan yang relative sedikit. Volume pekerjaan menentukan be-sarnya organisasi perguruan tinggi, yang harus diperhatikan oleh tim penyusun struktur organisasi pergu-ruan tinggi untuk melakukan depar-temenisasi.

c.    Pembagian Kerja
Pembagian kerja adalah perin-cian serta pengelompokan aktivitas-aktivitas atau tugas-tugas yang se-macam atau erat hubungannya satu sama lain untuk dilakukan oleh sa-tuan organisasi atau seorang pejabat tertentu. Berkenaan dengan aktivitas-aktivitas atau tugas-tugas di per-guruan tinggi, ada jenis aktivitas atau tugas yang dilakukan oleh satuan organisasi (satuan kerja) atau pun yang dilakukan oleh seorang pejabat tertentu. Misalnya,
(1)     Fungsi penetapan, pertimbangan pelaksanaan kebijakan umum, dan pengawasan nonakademik dilaku-kan oleh Yayasan atau Majelis Wali Amanah.
(2)     Fungsi penetapan kebijakan, pem-berian pertimbangan, dan penga-wasan di bidang akademik dila-kukan oleh Senat Akademik.
(3)     Fungsi penetapan kebijakan non-akademik dan Pengelolaan Per-guruan Tinggi dilakukan oleh pe-mimpin perguruan tinggi (rektor, ketua, direktur yang dibantu paling sedikit 2 (dua) orang yaitu wakil pemimpin bidang akademik, dan wakil pemimpin bidang non-akademik).
Untuk mengelola perguruan tinggi di Universitas Gadjah Mada, Rektor dibantu oleh 5 (lima) orang wakil rector, yaitu Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan; Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sistem Informasi; Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat; Wakil Rektor Bidang SDM dan Aset; serta Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni (http://www.ugm.ac.id/id /tentang-ugm/3622-struktur.organisasi).
 Di Universitas Indonesia, Rektor dibantu oleh 4 (empat) wakil, yaitu Wakil Rector Bidang Akademik dan Kemahasiswaan; Wakil Rektor Bidang Keuangan, Logistik, dan Fasilitas; Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi; dan Wakil Rektor Bidang SDM, Pengem-bangan dan Kerjasama (www.ui.ac.id/ meet-the-team-1.html). Tampak ada va-riasi sebutan wakil rector di kedua perguruan tinggi tersebut.
(4)     Fungsi pertimbangan nonakademik dan fungsi lain yang ditetapkan da-lam Statuta dilakukan oleh dewan penyantun.
(5)     Fungsi pengawasan nonakademik untuk dan atas nama pemimpin perguruan tinggi dilakukan oleh satuan pengawas internal seperti pusat jaminan mutu atau unit monevin.
(6)     Fungsi  yang membantu penye-lenggarakan pendidikan sesuai dengan bidang ilmu yang dikem-bangkan di perguruan tinggi/ fakultas dilakukan oleh Penun-jang Akademik/Sumber Belajar seperti Laboratorium, Bengkel, Kebun Percobaan, Perpustakaan melaksanakan.
(7)     Fungsi penyelenggarakan pela-yanan teknis dan administrative dilakukan oleh pelaksana admi-nistrasi seperti bagian adminis-trasi akademik, bagian adminis-trasi keuangan, bagian adminis-trasi sarana dan prasarana, bagi-an informasi, bagian surat dan arsip, bagian administrasi kema-hasiswaan, bagian administrasi perencanaan (bandingkan de-ngan Pasal 28, 29, dan 30 PPRI Nomor 4 Tahun 2014).

d.   Pelimpahan Wewenang
Sutarto (1988, 141-142) men-definisikan wewenang adalah hak se-orang pejabat untuk mengambil tin-dakan yang diperlukan agar tugas serta tanggungjawabnya dapat dilak-sanakan dengan baik. Pelimpahan wewenang adalah penyerahan seba-gian hak untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas dan tang-gungjawabnya dapat dilaksanakan dengan baik dari pejabat yang satu kepada pejabat yang lain.
Ferrell, Hirt, dan Ferrell (2009, 242) mendefinisikan pendelegasian we-wenang sebagai memberikan kepada pegawai  tidak hanya tugas-tugas tetapi juga kekuasaan untuk membuat komit-men, menggunakan sumber daya, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas itu. Delegasi juga  memberikan tanggung-jawab atau kewajiban (responsibility, obligation) kepada pegawai-pegawai untuk melaksanakan tugas-tugas yang diberikan secara memuaskan dan me-nyelenggarakan tugas-tugas secara ber-tanggungjawab demi pelaksanaan tugas yang baik. Pada prinsipnya, akun-tabilitas (accountability) berarti bahwa pegawai-pegawai menerima tugas dan wewenang untuk melaksanakan tugas, serta hasil dan dampaknya dapat menjawab kehendak atasan.
Sutarto juga mengemukakan bah-wa pelimpahan atau pendelegasian wewenang dapat terjadi  secara vertical atau horizontal. Secara vertical (mene-gak), pelimpahan wewenang dilakukan oleh pejabat yang berkedudukan lebih tinggi kepada pejabat yang berkedu-dukan lebih bawah atau oleh pejabat atasan kepada pejabat bawahan. Se-dangkan secara horizontal (mendatar), pelimpahan wewenang  dilakukan di antara pejabat yang sederajat.
Tim penyusun struktur organisasi perguruan tinggi juga harus memper-hatikan dan melaksanakan prinsip pe-limpahan wewenang yang dapat dila-kukan secara vertical dan horizontal, karena pejabat-pejabat di lingkungan perguruan tinggi hanya dapat melak-sanakan tugas-tugas setelah menerima pelimpahan wewenang yang diwujudkan dengan penyerahan dan penerimaan surat tugas atau surat keputusan kepada seorang pejabat untuk melaksanakan tugas tertentu, termasuk apabila pejabat mengalami halangan dalam menjalankan tugas. Dengan demikian struktur organi-sasi perguruan tinggi yang sehat dan efisien juga disebabkan karena keter-bukaan  terhadap pelimpahan wewe-nang, yang memungkinkan tugas-tugas selalu dan terus menerus dapat di-laksanakan.
e.    Rentangan Kontrol
Rentangan kontrol adalah (span of control, span of authority, span of management, span of super-vision) adalah jumlah terbanyak ba-wahan langsung yang dapat dipimpin dengan baik oleh seorang atasan ter-tentu. Bawahan langsung adalah se-jumlah pejabat yang langsung berke-dudukan di bawah seorang atasan tertentu. Yang dimaksud atasan lang-sung adalah seorang pejabat yang memimpin langsung sejumlah ba-wahan tertentu.
Dari berbagai studi, Sutarto (1988, 159) menyimpulkan bahwa rentangan kontrol yang baik adalah terbatas, dan jumlah bawahan yang menjadi pedoman yaitu :
(1)     Untuk satuan utama, jumlah pe-jabat bawahan langsung sebaik-nya berkisar antara 3-10 orang.
(2)     Untuk satuan lanjutan, jumlah pejabat bawahan langsung seba-iknya berkisar antara 10-20 orang.
Yang dimaksud satuan utama adalah satuan-satuan organisasi yang berkedudukan langsung di bawah pu-cuk pimpinan. Sedangkan satuan lanjutan adalah satuan-satuan organi-saisi yang berkedudukan di bawah satuan utama.
Tim penyusun struktur organi-sasi perguruan tinggi harus memper-hatikan pedoman rentangan kontrol tersebut, untuk mendapatkan hasil struktur organisasi yang sehat dan efisien dalam proses pengorga-nisasian perguruan tinggi.
f.     Jenjang Organisasi
Sutarto (1988, 161-171) me-ngatakan jenjang organisasi (hierar-chy, level of management, scalar principle) adalah tingkat-tingkat sa-tuan organisasi yang di dalamnya ter-dapat pejabat, tugas serta wewenan tertentu menurut kedudukannya dari atas ke bawah dalam fungsi tertentu.
Jumlah jenjang organisasi yang baik adalah sependek mungkin, se-bab jenjang organisasi yang terlalu panjang akan membawa akibat ham-batan dan penghamburan. Merupa-kan hambatan karena perintah, pe-tunjuk, kepuusan dari pucuk pimpin-an sampai kepada para pejabat yang berkedudukan paling bawah akan memakan waktu yang lama, demi-kian pula sebaliknya laporan, penda-pat, dan pertanggungjawaban dari para bawahan sampai pada pucuk pimpinan akan memakan waktu yan lama. Berdasarkan jumlah jenjang ini dikenal : struktur organisasi pipih, struktur organisasi datar, dan struktur organisasi curam.
Struktur organisasi pipih (flat top organization) adalah struktur organisasi yang melaksanakan jenjang organisasi antara 2-3 tingkat. Struktur organisiasi datar adalah struktur organisasi yang melaksa-nakan jenjang organisasi sampai de-ngan 4 tingkat. Sedangkan struktur organisasi curam adalah struktur or-ganisasi yang melaksanakan jenjang organisasi sampai dengan 5-6 ting-kat.
Struktur organisasi perguruan tinggi agar sehat dan efisien harus dibentuk dengan memperhatikan ju-mlah jenjang atau tingkatan tersebut. Perguruan tinggi berbentuk akademi, politeknik, dan sekolah tinggi meng-ambil jenjang organisasi pipih atau datar, karena volume pekerjaan yang relative terbatas yang mempunyai korelasi positif dengan pembagian kerja, dan jenjang organisasi. Se-dangkan institut dan universitas, dapat terjadi memiliki jenjang struk-tur organisasi yang curam, karena banyak volume pekerjaan dan ba-nyaknya satuan organisasi.

g.    Kesatuan Perintah.
Kesatuan perintah (unity of command, one master, responsibility to one superior) adalah prinsip yang mengajarkan tiap-tiap pejabat dalam organisasi hendaknya hanya dapat diperintah dan bertanggungjawab ke-pada seorang pejabat atasan tertentu. Sebab, “No man can serve two bosses” (Warren Haynes & Joseph L. Massie), atau “A man cannot serve two master” (Luther Gullick) (dalam Sutarto, 1988, 171). Oleh karena itu garis-garis saluran perin-tah dan tanggung jawab harus de-ngan jelas menunjukkan dari siapa seorang pejabat menerima perintah dan kepada siapa dia bertanggung-jawab; harus jelas pula kepada siapa dia melapor dan dari siapa dia mem-peroleh laporan.
Berkaitan dengan keinginan menjadikan struktur organisasi perguruan tinggi yang sehat dan efi-sien maka tim penyusun struktur organisasi perguruan tinggi harus memperhatikan dan menerapkan asas kesatuan perintah ini; termasuk da-lam memvisualisasikannya dalam bentuk bagan struktur organisasi per-guruan tinggi.

C.  Kesimpulan
Uraian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa dalam rangka mewujudkan visi, misi, tuju-an, dan sasaran perguruan tinggi dibutuhkan struktur organisasi pergu-ruan tinggi yang baik, yaitu struktur yang sehat dan efisien. Dalam proses membentuk struktur organisasi per-guruan tinggi dengan menjalankan fungsi manajemen yakni pengorga-nisasian, tim yang dibentuk harus memperhatikan dan menerapkan ber-bagai asas-asas organisasi yang terkait yaitu perumusan tujuan de-ngan jelas, departemenisasi, pemba-gian kerja, pelimpahan wewenang, rentangan kontrol, jenjang organi-sasi, dan kesatuan perintah. Pelak-sanaan asas-asas tersebut dalam pro-ses pengorganisasian, dapat mengha-silkan struktur organisasi perguruan tinggi yang sehat dan efisien. De-ngan cara demikian tim dapat menja-dikan struktur organisasi perguruan tinggi yang sehat dan efisien, yang kemudian diundangkan oleh penye-enggara perguruan tinggi.




DAFTAR PUSTAKA


Ferrell, O.C, Geoffrey A. Hirt. Linda Ferrell. 2009. Business A Changing World. Mc.Graw-Hill Irwin. New York

Hall, Richard H. 1991. Organizations Structure, Processes, and Outcome. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey

McLeod, Raymond Jr. 1995. Sistem Informasi Manajemen. Jilid I. Terjemahan. PT Prenhallindo. Jakarta

Sutarto. 1988. Dasar-Dasar Organisasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

The Liang Gie. 2000. Administrasi Perkantoran Modern. Penerbit Liberty. Yogyakarta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi